Oleh : Wildan Muhammad
(Penulis adalah ketua bidang Agraria dan Maritim Badko HMI Jawa Timur)
Centralnasional.com, JATIM_Jawa Timur merupakan wilayah yang sampai saat ini memiliki sumberdaya alam yang melimpah untuk dikelola yang didukung dengan potensi lahan yang hijau dan luas. Diketahui bahwa akhir-akhir ini muncul temuan tentang Hak Guna Bangunan (HGB) yang menurut dugaan kami melanggar beberapa aturan-aturan yang berlaku terkait dengan pendaftaran tanah, bahkan bertentangan dengan kewenangan pengelolaan wilayah yang dianggap masih menjadi domain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Munculnya temuan tentang HGB seluas 656 Hektare di Laut Sidoarjo-Surabaya yang diduga milik PT. Surya Inti Permata dan PT. Semeru Cemerlang yang terbit pada tahun 1996, pada saat Presiden RI kedua menjabat (Jenderal Soeharto) mulai menemukan titik terang. Sehingga perlu untuk diidentifikasi lebih mendalam tentang siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap persoalan ini.
Jika membaca sebuah cuitan seorang Akademisi Universitas Airlangga Surabaya, Thantowy Syamsuddin dalam Akun Twitternya yang mengatakan bahwa jika temuannya soal HGB itu benar-benar ada, maka hal tersebut sudah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang telah melarang pemanfaatan ruang di Perairan. Serta HGB yang ada tersebut bententangan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jawa Timur Nomo 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menegaskan bahwa area tersebut diperuntukkan bagi perikanan, bukan zona komersial atau pemukiman. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang Legalitas HGB yang dimaksud.
Sebenarnya, jika dibuka secara lebar-lebar cakrawala pemikiran kita bahwa BPN Jawa Timur telah lalai dan meninggalkan tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan, pengendalian dan penertiban sebagaimana Permen Agraria/BPN Nomor 17 tahun 2020. Terlepas ijin HGB yang dimaksud telah terbit sejak 1996, harusnya BPN Jatim tidak tinggal diam dalam melakukan pengawasan, pengendalian dan penertiban, serta memastikan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga jika ada indikasi pelanggaran terhadap penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat segera diatasi.
Selanjutnya berdasarkan informasi yang berkembang, kondisi lahan yang diklaim memiliki HGB telah musnah akibat kenaikan air laut setiap tahunnya (dalam artian sudah menjadi perairan). Sebagai pemegang sertipikat HGB, seharusnya PT. Surya Inti Permata dan PT. Semeru Cemerlang memiliki iktikad baik untuk melaporkan kondisi tanah yang telah musnah untuk dilakukan penghapusan. Parahnya, Kementerian ATR/BPN c.q BPN Jawa Timur telah lalai, serta meninggalkan tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan, pengendalian dan penertiban tanah yang diduga telah musnah. Apabila mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, tanah musnah yang disebabkan oleh peristiwa alam, maka seharusnya HGBnya harus dicabut oleh BPN agar tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari.
Selain itu perlu diketahui bersama bahwa wilayah perairan dapat dikelola ketika sudah dilakukan reklamasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga nantinya menjadi tanah negara yang kemudian dapat dibebankan hak pengelolaan (HGB dan sebagainya). Pertanyaannya, bagaimana jika masih berbentuk perairan? Adapun jika masih berbentuk perairan, maka hak pengelolaan untuk kegiatan usaha di wilayah perairan harus memperoleh persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari KKP dan tentunya bukan berbentuk sertipikat hak guna bangunan (sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 jo. Permen Agraria/BPN Nomor 18 Tahun 2021).
Selain melanggar regulasi, penerbitan HGB pada lahan di wilayah perairan (khususnya laut) juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan ekonomi. Di antaranya, para nelayan. Berangkat dari persoalan tersebut, Badko HMI Jawa Timur melalui Bidang Agraria dan Maritim :
- Mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) untuk memeriksa oknum-oknum yang diduga kuat ada kaitannya dengan persoalan tersebut, meliputi: (1) BPN Jawa Timur; (2) PT. Surya Inti Permata; (3) PT. Semeru Cemerlang;
- Mendesak Kementerian ATR/BPN c.q BPN Jawa Timur untuk mencabut Sertipikat HGB seluas 656 Hektare di Laut Sidoarjo-Surabaya yang diduga milik PT. Surya Inti Permata dan PT. Semeru Cemerlang, selambat-lambat 5×24 jam;
- Mendesak Kejaksaan Jawa Timur selaku representasi negara dalam pengamanan tanah negara dan aset-aset negara (termasuk tanah negara di wilayah pantai) untuk memberikan atensi terhadap persoalan terbitnya HGB seluas 656 Hektare di Laut Sidoarjo-Surabaya;
- Mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta TNI Angkatan Laut (TNI AL) untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas pengelolaan laut (wilayah perairan) yang diduga melanggar hukum;
- Apabila poin tuntutan nomor 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) tidak segera ditindaklanjuti, maka kami Badko HMI Jawa Timur melalui Bidang Agraria dan Maritim, akan menggelar aksi.